Pages

Polar wandering

Segera setelah hasil penelitian dari benua-benua bagian selatan dikumpulkan, ternyata bahwa telah terjadi juga perubahan posisi kutub magnetik bumi dari waktu ke waktu, tetapi dengan lintasan yang berbeda untuk benua-benua yang berbeda.

solar wind

Angin matahari adalah suatu aliran partikel bermuatan (yakni plasma) yang menyebar ke segala arah dari atmosfer terluar matahari yang dikenal dengan korona. Kecepatan alirnya sekitar 400 km/dt, dengan waktu tempuh dari matahari ke bumi selama 4-5 hari.

oceanik ridge

Hasil penelitian topografi dan geologi dasar samudera menyimpulkan adanya struktur punggung samudera,terungkap bahwa cekungan samudera terbagi oleh barisan punggung samudera yang panjangnya mencapai 84.000 km dan lebarnya 1500 km. pada puncak punggung samudera tersebut terdapat lembah di tengah, yang dalamnya1-3 km. bentuk ini dikenali sebagai lembah retakan(rift velley), ang mengembang ke dua arah terpisah kesemping akibat adanya tarikan.

seismogram

seismogram adalah hasil rekaman gempabumi berupa waveform. Yang kemudian dianalisa untuk mendapat parameter gempabumi

Subduction zone

zona subduksi atau dikenal dengan zona penunjaman merupakan salah satu zona dengan aktivitas seismik yang tinggi. banyak terdapat gempabumi dangkal di zona ini.

Minggu, 20 Desember 2015

GEMPABUMI CIANJUR - JAWA BARAT

Hari Sabtu, 19 Desember 2015, pukul 22:03:37 WIB wilayah Cianjur dan Sekiatarnya diguncang gempabumi tektonik dengan kekuatan M=5.6. Pusat gempabumi ini terletak pada koordinat 8.49 LS,106.97 BT, tepatnya di Selatan Jawa pada jarak 146 km arah barat daya Cianjur Jawabarat, pada kedalaman hiposenter 20 kilometer (Sumber:BMKG)
Guncangan gempabumi ini diperkirakan dirasakan di Cianjur dan Sekiatrnya  III-IV MMI. Hingga saat ini belum ada laporan kerusakan maupun korban jiwa sebagai dampak gempabumi. Namun demikian guncangan kuat gempabumi ini sempat menciptakan kepanikan di daerah Cianjur dan Sekiatrnya.

Peta goncangan: Shakemap BMKG (Sumber:http://inatews.bmkg.go.id/shakemap/20151219220504/download/intensity.jpg)

Gempabumi yang terjadi merupakan gempabumi hiposenter dangkal (kurang dari 60 kilometer) akibat aktivitas subduksi Lempang Indo Australia terhadap Lempeng Besar Eurasia di Selatan Pulau Jawa. Hasil analisis mekanisme sumber   menunjukkan bahwa gempabumi ini dibangkitkan oleh patahan naik (thrust fault) Sumber GFZ:
Berikut Paramater Moment Tensor yang dirilis Oleh GFZ:
GFZ Event gfz2015yugx
15/12/19 15:03:40.32
Java, Indonesia
Epicenter: -8.29 107.19
MW 5.6

GFZ MOMENT TENSOR SOLUTION
Depth  34         No. of sta: 86
Moment Tensor;   Scale 10**17 Nm
  Mrr= 1.87       Mtt=-1.86
  Mpp=-0.01       Mrt= 1.74
  Mrp=-0.51       Mtp= 1.10
Principal axes:
  T  Val=  2.56  Plg=69  Azm=  5
  N        0.47       6      111
  P       -3.03      20      203

Best Double Couple:Mo=2.8*10**17
 NP1:Strike=108 Dip=65 Slip=  83
 NP2:       304     25       104

           -----------           
        -----------------        
     ----#########----------     
    -#################-------    
  #######################------  
  ########################-----  
 ##############   ##########---- 
--############# T ###########----
----###########   ############---
------########################---
---------######################--
------------###################--
 ----------------##############- 
  -----------------------------  
  ----------------------------#  
    -------------------------    
     ----   ----------------     
        - P -------------        
            ----------           


Umumnya pada Selatan Jawa terdapat gempabumi dengan Kedalaman Dangkal dikarenakan adaanya proses subduksi atau penunjamaan yang mendatar.
Namun demikian, meskipun gempabumi ini dipicu oleh patahan naik, tetapi karena kekuatannya M=5,6 dengan kedalaman hiposenter 20 kilometer, maka gempabumi ini tidak cukup kuat menciptakan deformasi dasar laut untuk membangkitkan tsunami yang berdampak signifikan. Sehingga dalam hal ini BMKG tidak mengeluarkan peringatan dini tsunami.
M.Z Mubarun
Pelajar Geofisika Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Rabu, 19 Agustus 2015

The Maunder Minimum is back ???

Apa Dampak Berkurangnya Bintik Matahari pada Bumi?

Tercatat, bintik Matahari ada pada jumlah terendahnya. Apakah dengan begitu memengaruhi penurunan suhu di Bumi?


Siklus Matahari adalah siklus aktivitas Matahari yang diketahui dari jumlah bintiknya. Biasanya periode siklus Matahari berlangsung tiap 11 tahun sekali.

Dulu di tahun 1645, jumlah bintik matahari (sunspot) yang terlihat oleh para ilmuwan ada pada titik terendahnya sehingga mereka menamakan kondisi tersebut dengan sebutan periode Maunder Minimum. Periode itu berlangsung selama 70 tahun, dan disebut sebagai penyebab mengapa suhu di Bumi menurun.

Namun, teori perihal jumlah bintik matahari yang memengaruhi suhu di Bumi masih diperdebatkan oleh para ilmuwan. Pasalnya, belum ada bukti yang memadai untuk mendukung teori tersebut.

Siklus Matahari yang kini sedang berlangsung adalah siklus yang bermula pada Januari 2008. Menurut perhitungan, seharusnya jumlah aktivitas minimal Matahari sudah berakhir di awal tahun 2010. Namun sejak tahun 1956—yang tercatat sebagai waktu puncak aktivitas Matahari, penurun jumlah bintik matahari terus terjadi. Saat ini, siklus ada pada waktu terendahnya. 

Periode berlangsungnya maunder minimum adalah antara 1645 dan 1715, ketika Eropa dan Amerika Utara mengalami musim dingin yang sangat dingin. Para peneliti menduga bahwa jika aktivitas Matahari benar berdampak pada suhu di Bumi, maka nantinya suhu Bumi akan mendingin seperti yang terjadi pada saat Maunder Minimum.

Para ilmuwan memperingatkan bahwa Bumi bisa menuju sebuah 'zaman es mini' di tahun 2030.  aktivitas matahari akan turun 60 persen selama tahun 2030-an, dengan kondisi terakhir serupa terlihat pada 'zaman es mini' yang dimulai pada tahun 1645, menurut hasil yang disajikan oleh Prof Valentina Zharkova pada National Astronomy Meeting di Llandudno.




Helen Popova, salah seorang peneliti dari Lomonosov Moscow State University membuat model fisika-matematika unik dari perubahan siklus Matahari tersebut dan menggunakannya untuk membuat pola dari aktivitas Matahari minimum yang kini sedang terjadi dan pengaruhnya terhadap suhu di Bumi. Hasilnya, ia menunjukkan bahwa meski tak separah Maunder Minimum, Bumi memiliki kemungkinan untuk mengalami hal serupa di masa mendatang.

Teori Popova itu didukung oleh Yaireska M. Collada-Vega, peramal cuaca NASA, yang mengatakan bahwa berkurangnya bintik Matahari bisa mengakibatkan pengembangan lubang korona, sehingga mengakibatkan terjadinya arus cepat. Arus cepat di Matahari itu diketahui bisa memengaruhi terjadinya badai geomagnetik yang sangat kuat di Bumi, dan mengakibatkan perubahan pada lingkungan radiasi di dalam magnetosfer.

sumber: http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/08/apa-dampak-berkurangnya-bintik-matahari-pada-bumi